Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mendapat sindiran keras dari anggota legislatif mengenai rencana pemerintah dalam impor KRL bekas dari Jepang. Salah satunya berasal dari politisi anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade yang menyebut peran Indonesia tergolong besar di G20.
“Masak kita negara G20, udah dapat keketuaan G20 lalu kita kasih (impor) kereta bekas tua umur 28 29 tahun. Ini memalukan sekali,” kata Andre dalam Rapat Kerja dengan Menteri Perdagangan, dikutip Kamis (16/3/2023).
Zulhas pun menjawab tudingan dari Politisi Gerindra itu dengan alasan adanya rekomendasi dari Kementerian lain, dua instansi yang disebutnya berasal dari Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian yang memberi rekomendasi awal.
“Tadi Pak Andre ini kan kita G20 kok bekas, termasuk soal kereta. Kita itu (Kemendag) Pak di ujung. Kalau gak ada (izin) dari Kementerian Perindustrian, nggak ada dari (kementerian) Perhubungan, gak mungkin,” jawab Zulhas.
Ketua umum Partai PAN itu pun menegaskan bahwa hanya menjalankan rekomendasi dari instansi sebelumnya, sehingga bukan berarti dalam bentuk pelanggaran.
“Masak menteri suruh melanggar aturan, ya gak mungkin. Jadi tanpa lengkap persyaratan, gak mungkin pak,” kata Zulhas.
Sebagai catatan, pada tahun ini KCI berencana akan mengimpor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru (BMTB) berupa 120 unit KRL tipe E217 untuk kebutuhan 2023 dan 228 unit KRL dengan tipe yang sama untuk kebutuhan 2024. Adapun pos tarif/HS Code 8603.10.00.
Importasi KRL bekas Jepang dilakukan karena ada 16 train set atau rangkaian KRL Jabodetabek yang harus dipensiunkan pada 2023 dan 2024. Selain itu, pertumbuhan penumpang KRL sangat signifikan, diproyeksikan 436 juta orang penumpang pada 2023 dan menjadi 517 juta orang pada 2026.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat,DjokoSetijowarno mengungkapkan dengan melihat situasi dan kondisi saat ini ada baiknya dibuat seperti program sandwich. Maksudnya begini, apabila ada kebutuhan KCI sebanyak 10 rangkaian per tahun, maka solusinya adalah diadakan sarana KRL bekas Jepang sebanyak 8 rangkaian. Kemudian PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA diberikan porsi untuk memproduksi 2 rangkaian KRL baru.
Dan perbandingan ini makin lama komposisi KRL baru dapat ditambah. Sementara pembelian KRL bekas Jepang dikurangi. Pasalnya dengan kondisi sekarang, INKA pun juga tidak akan bisa memenuhi kebutuhan KCI karena masa produksi memerlukan waktu yang cukup lama.
“Keuntungannya, setiap tahun INKA akan memperoleh order produksi sarana KRL baru dan kebutuhan operasi sarana KRL oleh KCI dapat terpenuhi. Dengan memproduksi secara rutin sarana KRL setiap tahun, maka diharapkan kualitas produk INKA juga semakin baik,” sebutnya kepada CNBC Indonesia.
Agar rencana ini bisa dijalankan, pemerintah harus duduk bersama membahas rencana impor kereta bekas dari Jepang. Berbagai aspek harus dilihat dan dipertimbangkan agar pertimbangan dalam menerima ataupun menolak impor itu tidak semata-mata karena kepentingan ekonomi. Hal ini sangat urgent karena menyangkut kepentingan dan keselamatan publik.
Sikap cinta tanah air bisa ditunjukkan dengan mencintai produk dalam negeri. Artinya saat menggunakan produk buatan Indonesia, hal ini memperlihatkan bahwa bangga dan mencintai tanah air. Mencintai produk dalam negeri berarti membeli, menggunakan, dan memanfaatkan produk buatan perusahaan atau kelompok usaha lokal Indonesia.
Keuntungan lainnya, setiap tahun INKA akan memperoleh order produksi sarana KRL baru dan kebutuhan operasi sarana KRL oleh KCI dapat terpenuhi. Dengan memproduksi secara rutin sarana KRL setiap tahun, maka diharapkan kualitas produk INKA juga semakin baik.
Impor barang bekas memang murah, akan tetapi juga harus diakhiri. Murah di awal, namun biaya perawatan mahal. Misalnya mencari suku cadangnya susah karena sudah tidak diproduksi di Jepang yang akhirnya harus melakukan kanibal.
“Kita dukung keduanya. Produk dalam negeri dengan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bisa bikin bangsa kita mandiri dalam teknologi perkeretaapian. Namun harus tahu situasi dan kondisi pabrikan di dalam negeri. Impor, jangan kebablasan, kurang menghargai produk dalam negeri dan kemampuan bangsa sendiri,” jelasnya.