Presiden Vladimir Putin dan timpalannya Alesandr Lukashenko bertemu di Moskow membicarakan penguatan senjata Rabu-Kamis (6/4/2023). Hal ini memicu kekhawatiran terhadap potensi pecahnya perang nuklir.
Mengutip CNN International, kedua negara tersebut membahas pengerahan senjata nuklir taktis dan strategis di Belarusia. Tujuan rencana tersebut adalah untuk menghadapi ancaman sekutu Ukraina, Amerika Serikat (AS) cs.
“Saya harus mengatakan bahwa banyak yang telah dilakukan sebagai hasil kerja bersama kami di semua bidang,”
“Besok kita akan membahas semua ini. Ini menyangkut interaksi kita di arena internasional dan solusi bersama untuk masalah memastikan keamanan negara kita,” tegas Putin.
Hal ini juga diungkap Lukashenko. Ia bahkan sesumbar bahwa peralatan militer sedang bergerak. “Di kantor Anda, ketika kami membahas apa yang harus dilakukan, ternyata ada kesempatan untuk bekerja,” katanya dikutip laman yang sama.
“Misil sedang terbang dan peralatan militer sedang bergerak, jadi kami akan mengatasi semuanya dengan sedikit waktu,” tegasnya.
Maret lalu, Putin memang mengatakan bahwa Rusia berencana untuk menempatkan senjata nuklir taktis di negara tetangga. Dia mengatakan Moskow telah mentransfer sistem rudal jarak pendek Iskander, perangkat yang dapat dilengkapi dengan hulu ledak nuklir atau konvensional, ke Belarusia.
Beberapa hari setelahnya, Rusia juga diketahui meluncurkan latihan militer besar-besaran yang mulai melibatkan senjata nuklirnya, sistem rudal balistik antarbenua (ICBM) Yars.
Berbasis silo, memakai bangunan bawah tanah sebagai tempat peluncur kendali, Yars menjadi salah satu senjata paling mematikan dunia. Ini diklaim bisa menembus target yang sangat terlindungi, bahkan dengan sistem pertahanan rudal balistik (BMD) sekalipun.
Sementara itu, pertemuan ini juga terjadi setelah Finlandia, yang berbagi perbatasan 1.300 kilometer (km) dengan Rusia resmi menjadi anggota NATO, Rabu. Kremlin sendiri sempat menjadikan keinginan Ukraina masuk menjadi negara NATO sebagai alasan serangannya ke Kyiv.
Menteri Pertahanan Sergei Shoigu mengatakan “aksesi” Finlandia akan meningkatkan risiko dan eskalasi konflik Ukraina. Tak memilih non-blok, kata Kementerian Luar Negeri Rusia, membuat Finlandia melakukan kesalahan sejarah dan berbahaya.
Itu, tegas Moskow, akan merusak hubungan baik. Bahkan, membatalkan statusnya sebagai “pembangun kepercayaan” di Laut Baltik dan Eropa pada umumnya.
“Perluasan NATO merupakan serangan terhadap keamanan kami dan kepentingan nasional Rusia,” kata Juru Bicara Rusia Dmintri Peskov seraya menyebut langkah itu telah memaksa Rusia untuk untuk mengambil tindakan pencegahan baik taktis maupun strategis.
“Kami akan memperkuat potensi militer kami ke arah barat dan barat laut,” katanya seperti dikutip kantor berita RIA Novosti.
Perlu diketahui, Februari, Rusia telah menangguhkan partisipasinya dalam perjanjian kontrol senjata nuklir dengan Amerika Serikat (AS), New START, yang menetapkan batasan jumlah hulu ledak strategis yang dapat dikerahkan Washington dan Moskow. Maret, pejabat Kremlin juga menegaskan tidak akan memberi tahu AS tentang kegiatan nuklirnya lagi.