Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal merombak peraturan-peraturan terkait Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), buntut dari kasus harta jumbo Rafael Alun Trisambodo (RAT), pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan revisi peraturan terkait LHKPN itu akan dilaksanakan pada tahun ini. Salah satunya adalah mewajibkan seluruh pegawai di kementerian lembaga yang melaksanakan pelayanan publik turut menyetor LHKPN, bukan hanya tingkatan pejabat negara.
“Pasti, tahun ini mau revisi yang pertama kita ingin ternyata level tertentu penyelenggara eselon I dan II, kita ingin bawah lagi,” kata Pahala saat ditemui di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis (9/3/2023).
“Lihat RAT sebelum lapor wajib LHKPN, 2011 dia gak mesti lapor karena jabatannya belum sampai. Kita ingin merevisinya lebih bawah lagi jangan eselon I, eselon II, pegawai biasa pun kalau ada potensi itu kita suruh wajib lapor,” ujarnya.
Ketentuan yang mau diubah ini kata Pahala yang terkait dengan peraturan di KPK. Peraturan LHKPN sebagaimana diketahui terkait dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, UU Nomor 30 Tahun 2002, dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016.
Menurut Pahala, para pegawai yang sangat berhubungan pelayanan publik sangat berpotensi melaksanakan praktik suap terhadap pegawai-pegawai di bawahnya yang belum melaporkan LHKPN. Karena itu pegawai K/L itu harus didorong seluruhnya melaporkan LHKPN.
“Yang enak memang yang tidak wajib lapor, tidak terdeteksi mau ngapain saja silahkan. Beberapa, misal pertanahan, pengadilan kan dia hubungannya enggak langsung ke hakim, ada panitera, kita lihat kalau ada potensi itu perubahan yang ingin kita bikin,” ujar Pahala.
Menurut Pahala, di KPK saat ini seluruh pegawainya sudah diwajibkan melaporkan LHKPN, termasuk pada tingkatan supir. Karena itu dia berharap instansi lain mewajibkan para pegawainya melaporkan harta kekayaannya supaya menghindari praktik korupsi seperti suap dan gratifikasi.
“Kita ngarepin perluasan, kayaknya enggak semua, kalau KPK supir pun suruh isi LHKPN, itu kan perluasan, kita punya keinginan, tapi yg lain belum mau, enggak mau dia perluasan, jadi kita yang inginkan itu,” ungkap dia.
Selanjutnya, revisi aturan yang dilakukan adalah kewajiban memberikan surat kuasa saat melengkapi laporan LHKPN. Sebab, tanpa adanya penyerahan surat kuasa itu, KPK tidak bisa melakukan konfirmasi terhadap harta-harta yang dilaporkan ke pihak lain seperti perbankan dan pertanahan.
“Saya enggak bisa ngecek ke bank, enggak bisa ke BPN, ya cuma gini aja kertasnya teronggok, lihat tuh di LHKPN yang tulisannya tidak lengkap, itu pasti surat kuasa dan itu sekarang lagi tren orang enggak ngirim surat kuasa,” tegas Pahala.